Mindset Berpikir Fasilitator Harus Diubah.
“Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa tidak hanya membawa
sumber pendanaan pembangunan bagi desa, namun juga memberi lensa baru pada
masyarakat untuk mentransformasi wajah desa. Fasilitator dibutuhkan untuk
menjaga keseimbangan itu.” ungkap Budiman
Sudjatmiko, anggota DPR RI dari Dapil Jawa Tengah
VIII ini di hadapan peserta Rakernas IPPMI, akhir Desember silam di Jakarta.
Budiman
Sudjatmiko mengakui, peran penting fasilitator pasca implementasi UU Desa. Namun,
sebaliknya ia mengingatkan perlunya revolusi mental di kalangan para pendamping
masyarakat ini.
Hal
senada disampaikan oleh Arie Sujito. Menurut Dosen Sosiologi UGM yang juga
peneliti IRE ini, pendamping desa tetap diperlukan. Akan tetapi, mindsetnya
harus diubah dari pendamping proyek menjadi pendamping masyarakat, dari
fasilitator mekanik menjadi fasilitator organik. “Kalau fasilitator masih
mendominasi dan menempatkan masyarakat sebagai obyek, maka sejatinya ia tidak
melakukan pemberdayaan, namun kolonialisasi.”
Dalam
kesempatan yang sama, Prabawa Eka Soesanta, Badan Diklat Kemendagri dan dewan
pakar IPPMI mengingatkan kembali tentang kredo fasilitator yakni pergi kepada
masyarakat, tinggal bersama mereka, cintai mereka, layani mereka, belajar dari
mereka,bekerja dengan mereka dan mulai dari apa yang mereka miliki.
“Fasilitator adalah motivator, dinamisator dan katalisator bagi masyarakat,
“pungkas Prabawa.
Ke
depan, desa memiliki sumber daya cukup besar untuk mendukung kemandirian
masyarakat. Peluang itu, didukung oleh
potensi sumber dana yagn cukup banyak.
Saat ini, tidak kurang dari enam sumber dana, masuk ke desa. Yakni APBN,
alokasi Dana Desa (ADD), bagi hasil, pajak dan retribusi, bantuan keuangan APBD
Propinsi serta Kabupaten dan Kota, hibah dan lain-lain yang sah dan tidak
mengikat. Jika digali dan dikelola dengan benar, desa bisa menerima lebih dari
Rp 2,5 Milyar per tahunnya, demikian Rukijo, Direktur Dana Perimbangan
Kementerian Keuangan RI dalam Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Ikatan Pelaku
Pemberdayaan Masyarakat Indonesia (IPPMI) di Jakarta, 20 Desember 2014.
Rukijo
menyayangkan, selama ini, masyarakat seringkali hanya terfokus pada dana desa
yang bersumber dari APBN saja. Padahal, penganggaran dana yang berasal dari
APBN itu masih menyisakan berbagai ketidakpastian akibat data jumlah desa yang
terus berubah. “Data terakhir per 10 Desember adalah 74.045 desa,”
ujarnya.
Rakernas
IPPMI akhir tahun 2014 ini, mengeluarkan tiga rekomendasi penting. Pertama, mendesak Presiden Jokowi memastikan implementasi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, pada tahun 2015
melalui penguatan desa dan pendampingan, serta memberi perhatian khusus
pada asset-aset yang berasal dari program-program pemberdayaan masyarakat
berbasis desa. Kedua, pendampingan masyarakat
desa ke depan harus mempertimbangkan kompetensi, dan dilakukan secara
berjenjang sesuai dengan karakteristik wilayah perdesaan dan komunitas yang
didampingi. Ketiga,
memastikan ketersediaan dana fasilitator untuk penyelesaian kegiatan program pemberdayaan
masyarakat TA 2014”. (IPPMI/Sesvil)